28.3.09

make [me] smile


Sent to: Dhe. [26.03.2009 5.18pm]
Message delivered.


. . . . . .


-bella’s lullaby is heard…-
Text message received: dhe. [26.03.2009 5.26pm]


Then…
-nokia tune’s ringing-
1 message received: Fina [26.03.2009 5.35pm]


-again. Bella’s lullaby-
Text message received: Indie. [26.03.2009 5.38pm]


-again and again.bella’s lullaby-
Text message received: ajuz. [26.03.2009 5.46pm]


-nokia tune turns-
1 message received: ipeh [26.03.2009 5.47pm]






…until….
-lullaby of bella-
Text message received: etenk [26.03.2009 7.05pm]



Really surprising when get all the message, girls…

You [all] always can paint smiles on my face…..
Thanks for being there for me…




Dedicated to:
Busrini Agustina Prihatini, Dewi Intan Puspitadesi, Ester Musvita Sari, Indah Nuryanti, Rahmah Saniatuzzulfa, Shofiana Nur Yasin.

24.3.09

a lone tree




“suram banget deh...”
“ko kaya mati ya..?”
“no comment...”
“sepi banget..”
“seperti ga ada tanda kehidupan,,,,”
“kasian banget si pohonnya.. sendirian..”


Itu beberapa komentar yang tercetus oleh teman-temanku ketika aku menunjukkan gambar di atas. Entah karena pohonnya yang sendiri, karena warnanya yang gelap... atau karena hal lain.. Mereka sepakat bila gambar itu S.U.R.A.M....


Aku suka pohon. Tepatnya sebatang pohon yang berdiri kokoh di luasnya padang rumput. Ketika pertama kali melihat gambar di atas, aku senang sekali. Fikiran yang terlintas dalam benakku berbeda dengan mayoritas teman-temanku. Aku melihatnya sangat indah, sangat kokoh, sangat tegar, sangat teduh,,, dan pasti akan nyaman bila duduk di bawah rindangnya.


Aku tak tahu tepatnya kapan aku mulai menyukai pohon. Kala melihat sebuah pohon, aku memproyeksikan pada kehidupanku sendiri. Sebatang pohon dalam luasnya kehidupan. Seperti diriku sendiri di tengah alam semesta. Berjalan seorang diri dalam menapaki jalan hidup. Walau kita tak akan pernah berjalan sendiri. Selalu aka n ada yang menemani, walau tak sampai akhir perjalanan. Entah mereka lawan atau kawan.


Sebatang pohon di luasnya padang rumput menghijau adalah utopiaku. Negeri khayalanku. Ketika letihnya kaki menjejak tanah, ketika peluh keluar menguras daya tubuh, ketika otak pun letih untuk berfikir, siluet sebatang pohon akan sangat menggembirakan. Merasakan hembusan oksigen yang telah disaring oleh rimbunnya daun, merasakan kerindangannya untuk menghalau sengatan sang surya, dan menikmati nyanyian angin di antara ranting. Sungguh damai.


Aku ingin seperti sebatang pohon itu. Sebatang pohon yang kokoh menjulang tinggi dan menghujam tanah. Iya, sebatang pohon di tengah samudera rumput. Seperti gambar di atas. Sebatang pohon yang akan gembira bila dapat memberikan apa yang dia miliki untuk sekitarnya, sebatang pohon yang tak peduli akan dirinya yang sendiri dan terpisah dari yang lain, sebatang pohon yang tetap berdiri walau tanpa teman di sekitarnya, sebatang pohon yang tidak mudah tumbang hanya karena hempasan angin, sebatang pohon yang tidak lantas layu terkena siraman hujan membadai, sebatang pohon yang menyediakan rindangnya untuk para musafir, sebatang pohon liar yang tak henti-hentinya terus tumbuh dengan kekuatannya sendiri, sebatang pohon yang tetap tegar menghadapi kerasnya hidup. Sebatang pohon. Sebatang pohon yang akan memberikan buahnya kepada siapa saja yang menginginkannya. Sebatang pohon yang terus menyaring udara agar kita, manusia, dapat merasakan jernihnya udara. Sebatang pohon yang merelakan dahan dan rantingnya sebagai sarang burung. Sebatang pohon yang ikhlas menerima ketetapan Tuhan-nya. Sebatang pohon yang mengerti esensi cinta sesungguhnya. Selalu memberi. Tanpa mengharap imbalan.


Alangkah indahnya bila kita, manusia, seperti layaknya pohon yang selalu menolong sekitar kita. Tanpa mengharap imbalan. Alangkah indahnya bila kita, manusia, seperti layaknya pohon yang selalu bertahan pada apa yang kita yakini, dan tidak mudah goyah karena hal lain. Alangkah indahnya bila kita, manusia, seperti layaknya pohon, tetap tegar dalam menapaki jalan kehidupan yang penuh dengan ujian.


Dan alangkah indahnya bila kita, saling menyayangi dan mengasihi sesama manusia, dan sesama makhluk ciptaan-Nya yang lain. Dan kita akan hidup dalam keteduhan seperti bila kita berteduh di bawah naungan daun-daun rimbun itu...


@breeze

21.3.09

memento taman

Kita menjadi makhluk asing di taman sendiri. Kupikir beginilah
rasanya ketakutan. Tak sedetik pun waktu bisa untuk berfikir
tentang cinta. Sepasang lampu taman seperti mata hantu
yang mengincarmu, rumput-rumput menari di sela angin
menjelma bulubulu hitam raksasa terbaring.

siapa bilang taman itu indah? Alangkah sunyi: angin
yang angkuh memperjelas gigil kesendirianku. Bulan dan
bebintang di lembaran langit hitam mempertegas
notasi jeritanku. Tuhan yang biasanya bersiul dan
menyanyi di jendela hatiku, kini tengah berjalan-jalan
di sepanjang jembatanbambu kekelaman yang asing
jauh di luar hatiku



Sebuah puisi dari KOMPAS… dah lama banget ni puisi… lupa juga yang bikin siapa…

Tiga hari terakhir inget lagi sama ini puisi.
Pernah ngerasain apa yang penulisnya pengen sampaikan?
Kalo dari sudut pandang gw si, ni yang nulis lagi putus asa banget.


Putus asa. Hopeless.
Mungkin ini yang lagi gw rasa. Walaupun ga se-ekstrim yang di puisi.


Kenapa?
Mungkin… karena….


Oase yang berubah menjadi fatamorgana.
Pantulan yang tiada pada cermin.
Pelangi yang memudar karena hitamnya langit.
Menghilangnya embun seiring matahari bekerja.
Atau…



Entah.



Pandang gw yang berbatas.
Atau gw yang menyadari kata ‘ada’ berada dalam ‘tiada’? sedang gw menyangkalnya,,,




Who knows???

“what we see depends mainly on what we look for.”
(john lubbock)


*note: memori yang direkam di atas (ya..ya.. gw sadar ga bagus banget hasilnya: dari menara Masjid Agung-Semarang)… intinya... Dalam ketiadaannya, dia ada.

20.3.09

forum indonesia muda

“Kepada para mahasiswa yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan
Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan
Semua catatan kebanggaan di lembar sejarah manusia

Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga untuk negeri tercinta…”

::Totalitas perjuangan::



Setiap kali denger lagu itu..
Bagian dalam diri gw terbangun (merinding kalo bisa dibilang).. rasa nasionalisme gw kah? Atau rasa bersalah gw?

Hingga saat ini hanya memikirkan diri… hingga saat ini masih terjebak dalam pemikiran. Tanpa realisasi.

Jadi inget ketika gw ikut Forum Indonesia Muda (sekarang FIM 7, sedang gw FIM 6)… ketika banyak peserta memiliki visi yang sama, dan memiliki kemauan serta kemampuan (yang nyaris sama) untuk menjalankan misi… (entah gw termasuk ato ga)


Sedangkan gw? Ikut terbawa emosi juga ketika denger Bunda Tatty Elmir, dibantu Ibu Masnah Sari, S.H. presentasi tentang ASA (Aliansi Selamatkan Anak) Indonesia, atau ketika dr. Jose Rizal berbicara di depan forum mengenai awan buatan, atau ketika seorang mahasiswa ITB yang meminta bantuan Pak Imam Gunawan berupa dukungan moril buat aksinya ke lembaga sensor film,… tapi setelah itu?

Apa yang gw perbuat?


Hanya diam.


“Kilau cahayamu, memang tak seberapa
Kepak sayapmu mungkin takkan menghentak dunia
Terangmu hanyalah, sahabat orang desa
Mainan bocah kampung di gelapnya beranda
Dan kutatap lagi, dikau kunang-kunang
Terangmu berpindah dari hutan bambu
Ke rumpun pisang di pinggir kolam,
berbatas sawah di rumah nenek….. ooh indahnya
Meski kerlip cahayamu kecil
Redup, tak amat terang
Namun tetap yakin menyinari malam
Kunang-kunang kecilku jadi penerang
Berhimpunlah dikau wahai kunang-kunang
Taklukkan pongahnya malam kelam
Berhimpunlah dikau wahai kunang-kunang
Di bumi Pertiwi kita ciptakan bintang-bintang.”

Song by Tatty Elmir & Kak Sur. Sebuah lagu untuk kita, para kunang-kunang.
Tapi apakah gw pantas disebut salah satu dari kunang-kunang tersebut??

… speechless …


terakhir, sebuah pesan dari Bunda kepada para kunang-kunang,

“Kepemimpinan adalah suatu tindakan nyata. Jalan masih jauh, bangsa kita masih terseok-seok meniti lumpur peradaban dan cobaan yang kian hari kian menggila. Kalian harus selalu sehat, kuat, rukun, saling mencintai, saling membela dalam kebenaran untuk melewatinya. Cinta dan doa kami akan menyertai senantiasa ! Insya Allah…. Amin Ya Rabb.”
- Tatty Elmir.


ALLAHUMMA AMIN….

19.3.09

pohon dan daun


Dia menyebutku pohon. Mungkin karena aku terbiasa mencari gambar pohon, atau juga,.,, karena aku sering mengguratkan makhluk itu di lembaran yang aku miliki…. Atau memang juga karena aku menyukai pohon… tepatnya, sebatang pohon, pohon tunggal bila menggunakan istilah temanku yang juga menyukai pohon (hutan…)



Kembali lagi kepada seseorang yang menyebutku pohon… dia menyebut dirinya sendiri daun… daun yang akan selalu menemani bertumbuhnya pohon… daun yang akan selalu setia mendengarkan celoteh diam sang pohon… daun yang akan selalu menemani tarian ranting yang dihembus angin… daun yang akan selalu ada…


Hingga pada waktunya… daun terjatuh….


Dan…



Tik.

Air itu turun… menghias kelamnya langit.



Sampai dua hari yang lalu.



Daun kembali hadir… tertiup angin…

Membawa kabarnya yang sedang berbahagia…

Selamat untukmu teman…



ni tulisan buat seorang sahabat yang ngebuat gw belajar untuk bisa percaya ke orang lain... seorang sahabat yang ngebuat gw belajar bercerita tentang diri... seorang sahabat yang ngebuat gw merasakan sejuknya 'pohon'...


makasih, pew....

u'r always be one of my 'sheltering treez'... and always be...

7.3.09

warna

hitam kini menyelubungi...

dan pekatnya membuatku samar..







dan




lenyap!

3.3.09

kepada angin, untuknya


Angin,
Bolehkah kutitipkan sebait kata?
Agar mendung tak menggelayut wajahnya
Dalam ketegaran sikapnya
Kutemukan telaga air mata
Angkuh meraih mimpi
Namun entah kenapa
matanya menyimpan luka

Angin,
Bisakah kau menjaganya?
Saat di kelam malam ia termenung
Memikirkan semuanya dalam sepi
Lalu berusaha tegar
Untuk dirinya, orang-orang disekitarnya
Mungkin

Angin,
Bolehkah kupinta senandung?
Agar ia tahu, ia tak pernah sendiri
Mimpinya, bukan miliknya seorang
Namun entah, ia memilih hening
Lalu kembali berjalan
Sendiri



ini tulisan gw dapet dari sebuah blog. dan kenapa gw copy di blog gw... karena ini gw dedikasikan buat seseorang... yang selalu ada di 'mana pun'


1.3.09

hijau dan hitam

“itu kan lambang HMI, bah.” Itu komentar dari kakak gw ketika gw ‘pamer’ nunjukkin 2 gantungan yang gw punya (gantungan hp and gantungan beberapa kunci)
“lambang HMI gimana?” tanya gw.
“hitam dan hijau.”
“….????”

Teruuuus, gw cari deh di google, and then…
Warna hijau:
Lambang keimanan dan kemakmuran.
Lambang hitam:
Lambang ilmu pengetahuan.
Keseimbangan warna hijau dan hitam :
Lambang keseimbangan, esensi kepribadian HMI.
Hmm.. padahal gw bukan member organisasi yang punya slogan ‘Yakusa’ (Yakin Usaha Sampai) itu lho… ^^