21.3.09

memento taman

Kita menjadi makhluk asing di taman sendiri. Kupikir beginilah
rasanya ketakutan. Tak sedetik pun waktu bisa untuk berfikir
tentang cinta. Sepasang lampu taman seperti mata hantu
yang mengincarmu, rumput-rumput menari di sela angin
menjelma bulubulu hitam raksasa terbaring.

siapa bilang taman itu indah? Alangkah sunyi: angin
yang angkuh memperjelas gigil kesendirianku. Bulan dan
bebintang di lembaran langit hitam mempertegas
notasi jeritanku. Tuhan yang biasanya bersiul dan
menyanyi di jendela hatiku, kini tengah berjalan-jalan
di sepanjang jembatanbambu kekelaman yang asing
jauh di luar hatiku



Sebuah puisi dari KOMPAS… dah lama banget ni puisi… lupa juga yang bikin siapa…

Tiga hari terakhir inget lagi sama ini puisi.
Pernah ngerasain apa yang penulisnya pengen sampaikan?
Kalo dari sudut pandang gw si, ni yang nulis lagi putus asa banget.


Putus asa. Hopeless.
Mungkin ini yang lagi gw rasa. Walaupun ga se-ekstrim yang di puisi.


Kenapa?
Mungkin… karena….


Oase yang berubah menjadi fatamorgana.
Pantulan yang tiada pada cermin.
Pelangi yang memudar karena hitamnya langit.
Menghilangnya embun seiring matahari bekerja.
Atau…



Entah.



Pandang gw yang berbatas.
Atau gw yang menyadari kata ‘ada’ berada dalam ‘tiada’? sedang gw menyangkalnya,,,




Who knows???

“what we see depends mainly on what we look for.”
(john lubbock)


*note: memori yang direkam di atas (ya..ya.. gw sadar ga bagus banget hasilnya: dari menara Masjid Agung-Semarang)… intinya... Dalam ketiadaannya, dia ada.

3 comments:

  1. Kamu dapet award
    Diambil ya di postinganku yang judulnya A-W-A-R-D !!!

    ReplyDelete
  2. @ pipit: yup..hehe.. Thx

    @ dhe: ya..ya..ya..u know that exactly,girl..

    ReplyDelete

ingin berceloteh juga? ;)