25.2.09

things are not always what they seem...

Two travelling ‘angels’ stopped to spend the night in the home of a wealthy family. The family was rude and refused to let ‘the angels’ stay in the mansion’s guest room. Instead ‘the angels’ were given a small space in the cold basement. As they made their bed on the hard floor, ‘the older angel’ saw a hole in the wall and repaired it. When ‘the younger angel’ asked why, ‘the older angel’ replied “Things are not always what they seem.”

The next night the pair came to rest at the house of a very poor, but very hospitable farmer and his wife. After sharing what little food they had the couple let ‘the angels’ sleep in their bed where they could have a good night’s rest. When the sun came up the next morning ‘the angels’ found the farmer and his wife in tears. Their only cow, whose milk had been their sole in come, lay dead in the field. ‘The younger angel’ was infuriated and asked ‘the older angel’, “How could you have let this happen? The first man had everything, yet you helped him,” he accused. “The second family had little but was willing to share everything and you let the cow die.”

“Things are not always what they seem,” ‘the older angel’ replied. “When we stayed in the basement of the mansion, I noticed there was gold stored in that hole in the wall. Since the owner was so obsessed with greed and unwilling to share his good fortune. I sealed the wall so he wouldn’t find it.”
“Then last night as we slept in the farmer’s bed, the angel of death came for his wife. I gave him the cow instead. Things are not always what they seem.”


















abis nonton sebuah film, jadi inget cerita ini...ga tau ni cerita yang bikin siapa, tiba-tiba ada aja di komp gw...

23.2.09

sedekat langit














Sedekat langit..

Seperti dapat dijangkau, didekati, disentuh..
Namun,
Tak terukur bentangan
Dan semakin meluas oleh-Nya

Akankah angin membantu lirihku hingga padanya?
Akankah ombak kembali pada angin dan berdebur memainkan iramanya???

-sedekat langit yang membentang..-

awal...

Semua berawal dari komunikasi,
Dengan berdialog, semua kesalahfahaman dapat teratasi...
Dengan bercengkrama, semua prasangka dapat terkikis...seiring kebenaran terkuak...
Kakak gw pernah bilang: katanya tingkatan ukhuwah yang paling rendah adalah berbaik sangka
Semoga gw akan dan selalu berbaik sangka dengan orang lainn...
Semoga gw ga langsung ngambil kesimpulan atas apa yang gw liat, gw denger, gw pikir dan gw rasa...

Kesalahfahaman juga yang ngebuat beberapa hubungan gw dengan sahabat gw menjadi rentan untuk menjauh...
Kurangnya komunikasi juga yang ngebuat gw ngerasa gw dijauhin oleh beberapa orang..

Beberapa hari terakhir ini ngerasa banget dah ngecewain beberapa orang yang berarti dalam hidup gw... karena (mungkin) kesalahfahaman yang tercipta...

Dengan berkomunikasi, jujur mengutarakan apa yang tak kita sukai dan apa yang kita kagumi (tanpa seperti ‘memenggal kepala’ teman kita)... akan terasa lebih bebas...

21.2.09

postingan lama

abis ngikutin acaranya HIMA di kampus gw, jadi inget postingan ini:

Pelajaran moral nomor 1: *
bercahayalah kalo ga mau diinjek sama orang!
Tuh pikiran tiba-tiba ngetok pintu otak gw waktu gw denger cerita bu RT, bu Hety... ibu kita semua di midori castle... =p,
saat itu mati listrik. Jam 2-an dini hari... Beliau keluar rumah untuk lihat sekeliling. Dan udah terbayang gelapnya. Mana kemaren tuh bulan ga bersinar seperti hari ini yang full moon... suasana pagi buta itu juga lagi penuh dengan hiruk pikuk warga yang lagi nonton bola.. gw lupa mana lawan mana...tapi yang jelas mereka (para warga pria, mungkin kecewa karena terganggu acara bola ria-nya) lari-lari... tiba-tiba bu Hety punya pikiran: daripada diinjek karena mereka ga bisa liat saya, mending ambil senter buat nyenterin kepala saya...
terlepas dari cerita itu...
pikiran yang tiba-tiba datang tanpa bawa undangan itu ngebuat gw mikir lagi...
Bercahaya biar dilihat orang?
Bersinar untuk menyatakan diri kita?
Berkilau supaya tidak direndahkan sekitar?
Hmm...
iya.. gw dah sering banget ngalamin itu. Bukan untuk gw si tepatnya. Tapi lebih tepat untuk tempat dimana gw mengail ilmu saat ini.. Universitas Sebelas Maret Surakarta yang biasa disingkat UNS..
P : 'UNS? Di surabaya ya?' (dengan tampang gw-yakin-klo-gw-bener)
G : 'bukan..' (dengan wajah bilang klo-lo-so'-tau)
P : 'di semarang? (dengan tampang kali-ini-pasti-bener)
G : 'bukan.. di solo..' (dengan wajah setengah kesel)
P : 'ooo....' (dengan wajah malu karena salah dan ga kepikiran klo UNS di Solo)
itu cuplikan perbincangan yang biasa terjadi antara gw dengan orang-orang yang nanya: kuliah di mana?
Apa mereka ga tau Solo? Emang kota di Indonesia yang awalnya huruf S cuma Semarang sama Surabaya aja? Ko ga sekalian Samarinda aja? Lagian juga tuh S di UNS ga dimaksudkan untuk Solo ko..
Hhh... mereka yang -merasa- terlalu tinggi hingga ga bisa -dan gamau- ngeliat? Atau emang kita ga pantes untuk diliat?
Helloooo.... mending langsung tanya aja deh UNS di mana.. yasulah, gw jadi kesel gini...
Percakapan lain:
O : setau gw ada deh universitas negeri di Solo, kalo ga salah Sebelas Maret
G : ya itu dia kampus gw… Universitas Sebelas Maret Surakarta
0 : oh.. gw kira UNS tu Universitas Negeri Solo..
G : ….. (dengan senyum-agak-sedikit-maksa)
terus...
P : asalnya darimana?
G : dari Jakarta...
P : ko' jauh-jauh kuliah di sini.. kenapa ga di jakarta aja?
G : dapetnya di sini...

tu satu cuplikan wawancara yang sering terjadi juga pada gw...

hh.. emang ga boleh ya kuliah jauh? Terus gimana dong sama yang kuliah di luar negeri? Pernah ditanyain gitu pulakah dengan orang sana?

Yasulah.. jadi males gini gw...

intinya sih... kenapa orang baru akan lihat sesuatu yang indah? Kenapa orang baru tertarik klo benda itu berkilau?

Termasuk gw si kadang...

hmm.. dont judge book from its cover.. sering banget denger tuh quote...

Siapa si yang tertarik ngeliat kerikil? Tapi klo tuh kerikil berubah jadi mutiara?
Siapa si yang seneng ngeliat ulat? Tapi klo dah jadi kupu-kupu?
Siapa si yang bahagia liat arang? Tapi klo intan?

Manusia..

"i never saw an ugly thing in my life: for let the form of an object be what it may light, shade, and perspective will always make it beautiful"
-john constable-


tataplah segala sesuatu karena mereka ada...



*mengikuti jejak andrea hirata si ikal dalam bukunya: laskar pelangi
~ P: penanya G: gw

berceloteh dalam diam..

Kala kata tak bisa mengungkap apa yang ada dalam hati
saat suara tak dapat keluar dari lisan..
kita hanya dapat diam.. menikmati segala rasa yang ada...
berceloteh dalam diam..
bercakap dalam hening...
berharap lawan 'bicara' kita mengerti apa yang terungkap lewat mimik wajah...
ketika melihat cahaya dalam mata kita yang dapat mengungkap semua
ketika memandang senyum tak terlukis kita yang mampu mengutarakan semua
saat mengamati bahasa tubuh kita yang lebih jujur...
berbicara dalam sunyi...
menjadikan kesenyapan tanpa kata.. tanpa canda.. tanpa tangis...
merasakan dalam kebisuan itu adalah perbincangan yang takkan terlupa...
karena dalam diam.. kita mampu berpikir lebih dalam...
karena dalam sunyi... kita lebih mengerti akan makna diri...

berceloteh dalam diam...

14.2.09

bintang berbeda

“Bagi setiap manusia, bintang-bintang memiliki makna berbeda-beda.
Bagi orang-orang tertentu-para pengembara-bintang-bintang adalah pemandu mereka.
Bagi yang lain, bintang-bintang hanyalah cahaya kecil di langit.
Bagi orang lain-para ilmuwan- bintang-bintang adalah persoalan yang harus dipecahkan.
Bagi pengusahaku, mereka berarti emas.
Tetapi bagi semua orang ini, bintang-bintang itu diam.
Sedangkan kau, kau akan memiliki bintang-bintang yang tak pernah dimiliki oleh orang lain.”



“pada malam hari, jika kau menengadah menatap langit.
Karena aku tinggal di bintang, bagimu seakan semua bintang sedang tertawa. Hanya kau sendirilah yang akan memiliki bintang-bintang yang bisa tertawa.”

*little prince...


Dan bagi gw… bintang merupakan cerminan diri… dan masing-masing kita punya langit hitam sendiri yang ngebantu kita tetap berbinar…
Terima kasih, langitku… *walaupun.. sekarang bener-bener pengen ngilang..*

bahasa

Bahasa. Sebuah jembatan antar individu yang dapat dikatakan sebagai alat komunikasi. Di Indonesia, telah ditentukan bahwa bahasa persatuan dalam negara yang terdiri atas kurang-lebih 17.000 pulau ini adalah bahasa Indonesia yang dicetuskan oleh Mohammad Yamin. Hal tersebut ditekankan lagi dengan pengakuan dari pemuda Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Sumpah Pemuda. Tapi pertanyaannya, benarkah bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan di masa ini?
Bahasa Indonesia telah mengalami pergeseran. Dengan adanya bahasa internasional, yakni bahasa Inggris, dapat dikatakan bahasa Indonesia menjadi sangat sulit ditemui keasliannya.
Bahasa merupakan sebuah alat penghubung antar masyarakat yang satu dengan yang lain. Jelas sudah bila daerah satu dengan lainnya memiliki bahasa tersendiri. Kebudayaan. Ketika keaslian bahasa Indonesia dipertanyakan, bagaimana dengan nasib bahasa daerah? Sebagai mahasiswa rantauan dari Jakarta, yang kuliah di Solo, Jawa Tengah, saya merasa menjadi pihak minoritas dengan kekurangan saya yang tidak terbiasa menggunakan bahasa Jawa. Walaupun terkadang saya mengerti apa yang dibicarakan, hati saya menolak untuk mengerti. Saya terkadang tak habis pikir kepada mereka yang menggunakan bahasa Jawa ketika berkomunikasi dengan saya sedang mereka tahu saya tak mengerti ucapan mereka. Lalu, apa guna bahasa Indonesia dalam negara ini? Begitu pertanyaan yang kemudian terlintas dalam benak saya.

Pernah suatu ketika, saya sedang bicara dengan salah seorang teman ‘asal J’, karena saya menggunakan bahasa Indonesia, jadilah dia juga menggunakan bahasa ‘persatuan’ itu…
Lalu, datanglah seorang teman kami yang berasal dari ‘daerah P’, dan tiba-tiba nyeletuk, “ko pada RI-an?”
Saya tak mengerti apa maksudnya.. setelah bertanya-tanya, barulah saya mudeng yang dimaksud teman asal ‘daerah P’ itu adalah: ko kami menggunakan bahasa Indonesia? Tidak biasanya teman ‘asal J’ menggunakan bahasa itu…
Lantas saya pun berkata,”kita kan di negara Indonesia?apa salahnya pake bahasa Indonesia?”
Dan dijawab (oleh teman saya asal ‘daerah P’),”aku wong Jowo kok…”

Lantas, apa guna Bahasa Indonesia????
Pertanyaan itu selalu bergema di otak saya. Yah, mungkin, karena saya hanya ‘singgah’ di kota yang disebut “the spirit of Java” ini, saya harus menghargai apa yang mereka inginkan dari saya..
Jadilah saya selalu “bilingual” bila berkomunikasi dengan orang-orang yang “sealiran” dengan teman saya yang asal 'daerah P' itu…

*
Loh, ko gw jadi saya-saya an gini?haha. maap kalo ada kata-kata yang kurang berkenan dan menyinggung.. ga ada maksud untuk ke arah sana…
Cuma pengen nulis ini aja.. bagaimana pun juga… gw cinta ‘bahasa ibu’ orang tua gw ko.. walaupun gw ga bisa…pengen belajar, tapi logatnya ga ngena… malah jadi ngerusak aja…

12.2.09

ga jelas mode: on

kerlip bintang
sejuk angin
luas langit
debur ombak

ke mana mereka?

colors of the...

Merah:
Di antara mereka…
Aku tahu di antara mereka tak ada cerita seperti itu…
Aku pun tahu di antara aku dan dia tak ada cerita seperti yang kuinginkan…
Yang aku tahu…
Aku hanya iri melihat apa yang ada di antara mereka…
Sedang aku dan dia…
Aku tak tahu apa yang terjadi…
Sungguh…

Hijau:
Cahaya itu tetap ada…
Walau jalan yang telah ku tempuh berbeda dari yang kami harapkan…
Cahaya itu tetap terlihat…
Alhamdulillah…

Putih:
Neraca itu tetap menimbang…
Antara kiri dan kanan…
Kiri…
Kanan…
Yang kutahu hanyalah…
Setiap nilai diperhitungkan…

Abu-abu:
Aku sadar aku hanya melihat fatamorgana…
Tapi mengapa aku masih yakin di sana ada air yang kubutuhkan?

10.2.09

song of these days

i can make it through the rain
i can stand up once again on my own
and i'm strong enough to mend...
and everytime i feel afraid...
i hold tighter to my faith...

7.2.09

bertahan

diam!
hentikan!
hilangkan suaramu!
hampakan ruangan ini!
hingga angin tak dapat
menyalurkan harapan-harapan itu
ocehan-ocehan itu!
Muak dengan semua ini!
cabut akar itu!
bunuh tunas itu!
sengat, hujam, tenggelam!
Musnah!
-nule, 0508


kaya karang yang diserbu ombak
kaya pohon yang diterjang angin
kaya batu yang dilalap api
kaya mutiara yang ditimbun tanah

apakah gw sanggup bertahan?
Ya, pasti!

pertanyaan selanjutnya...

Sampai kapan?

5.2.09

tulisan 'mercusuar'ku...

melakukan hal-hal yang baik



melakukan hal-hal yang baik, dengan cara yang baik...

adakah empati??

Pernah seseorang nanya seperti itu ke gw…
Empati?

Sebuah rasa yang ‘melebihi’ simpati.. kemampuan diri dalam merasakan apa yang orang lain rasakan, baik kita pernah ngerasain hal itu, atau pun tidak…
Salah satu dosen gw bilang, senjata bagi kita, para calon psikolog, adalah empati. Sebenernya, seberapa kuat si empati itu?
Bagi gw pribadi, empati bukan aja sekedar rasa ‘mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain’, tapi seberapa banyak kita peduli akan keberadaan orang lain. Seberapa banyak kita peduli apa yang orang lain rasakan, pikirkan…

Seperti kata Einstein:
“Situasi kita di bumi ini memang aneh. Masing-masing dari kita datang untuk kunjungan singkat, tanpa mengetahui mengapa, namun terkadang tampaknya demi suatu tujuan yang ilahi. Namun dari sudut pandang kehidupan sehari-hari, ada satu hal yang kita ketahui: bahwa manusia ada di bumi demi kepentingan manusia lainnya”.

jadi inget pro-sosial and simbiosis komensalisme gini...

3.2.09

sumber energi...

Setiap perilaku naluriah memiliki sumber energinya tersendiri…

Dan sumber energi terbesar (menurut gw) adalah… cinta.

‘being deeply loved by someone gives u strength, loving someone deeply gives u courage..’

-lao tzu