. . . . .
Ixchel berhenti lagi. Matanya yang jernih menatap mataku lurus-lurus. “Beberapa hal memang sudah hilang, kau tahu. Orang, benda, tujuan. Kadang, yang penting adalah tahu kapan kau harus berhenti mencari.”
“Mungkin kau benar,” aku mengakui lambat-lambat. “Tapi memang begitulah sikapku pada segala hal yang hilang. Bahkan aku tak bias mendeskripsikannya, kata-kataku juga… hilang. Memangnya kalau ada barangmu yang hilang, kau tidak ingin… mencarinya? Saat aku kehilangan sesuatu, aku tidak bisa berhenti mencarinya. Seakan ada benang yang menghubungkanku pada segala hal yang pernah kusayangi. Sering kali aku merasakan tarikan benang ini, meskipun asalnya tidak bisa kulihat. Aku tidak bisa menjelaskannya dengan lebih baik. Dan aku tak boleh menyerah, tidak sekarang.”
“Mungkin kau benar,” aku mengakui lambat-lambat. “Tapi memang begitulah sikapku pada segala hal yang hilang. Bahkan aku tak bias mendeskripsikannya, kata-kataku juga… hilang. Memangnya kalau ada barangmu yang hilang, kau tidak ingin… mencarinya? Saat aku kehilangan sesuatu, aku tidak bisa berhenti mencarinya. Seakan ada benang yang menghubungkanku pada segala hal yang pernah kusayangi. Sering kali aku merasakan tarikan benang ini, meskipun asalnya tidak bisa kulihat. Aku tidak bisa menjelaskannya dengan lebih baik. Dan aku tak boleh menyerah, tidak sekarang.”
. . . . .
_The Joshua Files, Invisible City_
_by M.G. Harris_
gak bakal ketemu dong kalo berhenti mencari
ReplyDeletedan aku tak boleh menyerah... tidak sekarang...
ReplyDeleten__n
..dan tidak juga nanti...
ReplyDeletememang, kau tak bole menyerah. karena kau lebih tau kapan harus menyerah dan jalan terus...
ReplyDelete...lelah dan letih pasti ada...
ReplyDeleteisirahatlah baru cari lagi...